Kamis, 22 Maret 2012

Deradikalisasi Harus Membumi

www.gunadarma.ac.id
Nama : Metha Ardiah
NPM : 24210370
Kelas : 2EB20

 Radikal berasal dari kata bahasa Latin, yaitu radix atau akar. Terorisme sebagai gerakan radikal berarti gerakan yang ”mengakar” karena suatu ideologi yang ditanamkan, cara-cara ekstrem yang digunakan, dan tujuan yang ingin dicapai.
Dalam peledakan bom di Jakarta terlihat ideologi yang terindoktrinasi mampu membuat seseorang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Dalam penggerebekan tersangka teroris oleh polisi antiteror juga terlihat sel teroris yang produktif. Produknya jelas, seperti laboratorium bom, pelatihan kemiliteran, atau perekrutan anggota di segala lini kehidupan sosial.
Ibarat pohon, terorisme yang tidak dicegah dapat tumbuh dengan akar yang kuat, batang yang kokoh, daun yang lebat, dan berbuah banyak. Terorisme memang tidak cukup ditangani dengan penindakan hukum. Program deradikalisasi dan penindakan hukum perlu dijalankan secara simultan.
Persoalannya, bagaimana upaya deradikalisasi dan pencegahan bisa dilakukan? Jawaban atas pertanyaan itu menjadi program raksasa bangsa ini ke depan. Dengan demikian, diharapkan generasi Indonesia dalam 20 tahun mendatang semakin terhindar dari ancaman terorisme.
Ada beberapa narapidana (napi) teroris yang tertangkap kembali setelah bebas dari lembaga pemasyarakatan (LP), seperti Luthfi Haedaroh alias Ubeid dan Abdullah Sonata. Ini merupakan salah satu fenomena yang dapat menunjukkan deradikalisasi belum berjalan.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi, akhir Juli lalu, mengungkapkan, sistem peradilan belum sepenuhnya mendukung upaya pencegahan terorisme.
Ito mencontohkan, masih ada tuntutan hukum yang belum sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa teroris. Selain itu, hakim yang memeriksa perkara terorisme juga belum sepenuhnya memahami kejahatan ini secara lebih rinci.
Ito menambahkan, pembinaan terhadap napi teroris di penjara juga perlu diperhatikan lebih serius. Karena itu, ia mengusulkan adanya LP khusus bagi napi teroris.
Sistem peradilan
Selain sistem peradilan, program deradikalisasi benar-benar harus diimplementasikan di berbagai lini. Dengan demikian, kekuatan akar yang menjadi penopang gerakan radikal melemah dan ”pohon” terorisme itu menjadi layu.
Deradikalisasi perlu dimulai dari lingkungan keluarga, pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, lingkungan sosial, dari tingkat rukun tetangga sampai provinsi, lembaga keagamaan, pembinaan di LP dan pasca-pembinaan di LP, sampai program sektoral yang komprehensif dan melibatkan kementerian terkait.
Di lingkungan keluarga, misalnya, bagaimana mendidik dan menanamkan nilai ajaran iman dan agama secara rasional dan sejuk, serta menghindari atau menjauhi berbagai bentuk kekerasan dalam kehidupan keluarga.
Di tingkat pendidikan, tenaga pendidik di sekolah sampai Kementerian Pendidikan Nasional perlu memiliki program deradikalisasi yang konkret dan dapat terimplementasi. Dengan demikian, proses radikalisasi ideologi terorisme, termasuk perekrutan anggota teroris di lingkungan sekolah dan kampus, dapat terhindari.
Program sektoral, baik di bidang keagamaan, sosial, maupun birokrasi pemerintah, juga menjadi penting. Di bidang agama, misalnya, Kementerian Agama perlu lebih berperan aktif melakukan program deradikalisasi.
Melalui Kementerian Agama, termasuk lembaga keagamaan, tokoh agama perlu dirangsang untuk mewartakan ajaran iman dan agama dengan terang akal budi yang sehat.
Kementerian Dalam Negeri juga penting untuk melibatkan pemerintah daerah, dari tingkat provinsi sampai RT, dalam membuat program deradikalisasi yang membumi, tidak sekadar proyek untuk menghabiskan APBD.
Selain itu, program di bidang peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat tetap harus dilakukan secara simultan. Sumber daya manusia yang rendah memang menjadi rentan terhadap ideologi radikal, seperti terorisme.
Ketua lembaga swadaya masyarakat Lazuardi Birru—organisasi sosial yang mengampanyekan kebinekaan yang harmonis—Dhyah Madya Ruth mengungkapkan, Lazuardi Birru sedang membangun program deradikalisasi. Program itu antara lain mengembangkan kebijakan ekonomi yang produktif dan inovatif dengan sasaran eks teroris dan keluarganya untuk mengurangi risiko mereka terlibat kembali dalam kegiatan terorisme.
Selain itu, menurut Dhyah, program deradikalisasi yang dibangun Lazuardi Birru adalah reorientasi dan reedukasi terhadap eks teroris dan keluarganya untuk mengubah pola pikir (mindset) mereka secara perlahan-lahan, dengan melibatkan psikolog dan tokoh agama.
”Lazuardi Birru juga berupaya mengembangkan database pelaku terorisme dengan informasi yang terintegrasi dari berbagai institusi aparat penegak hukum”.
Instrumen hukum
Salah satu upaya deradikalisasi sebenarnya adalah membuat ketentuan perundang-undangan yang lebih kuat untuk mencegah dan menindak terorisme. Saat ini penanganan terorisme diatur dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, pemerintah juga membentuk badan khusus penanggulangan terorisme dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Dalam perpres itu disebutkan, tugas BNPT adalah menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme; mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme; dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk satuan tugas.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto di sela-sela simposium nasional, akhir Juli lalu, mengungkapkan, penanggulangan terorisme di Indonesia harus melibatkan seluruh komponen bangsa. Penanggulangan terorisme bukan hanya terkait tindakan hukum dan represif.
Djoko menambahkan, semakin disadari, penanggulangan terorisme tidak hanya terkait penindakan, tetapi juga terkait aspek lain dan melibatkan instansi lain.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/08/12/11023250/deradikalisasi.harus.membumi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar